Nama
: Imam Wahyu B.
Mata
Kuliah : Ilmu Sosial Dasar
Kelas
: 1IA01
NPM : 54413321
Kaitan
agama dengan masyarakat banyak dibuktikan oleh pengetahuan agama yang
meliputi penulisan sejarah dan figur nabi dalam mengubah kehidupan
sosial, argumentasi rasional tentang ati dan hakikat kehidupan, tentang
Tuhan dan kesadaran akan maut menimbulkan relegi dan sila Ketuhanan Yang
Maha Esa sampai pada pengalaman agama para tasauf.
Bukti-bukti itu sampai pada pendapat bahwaagama merupakan tempat mencari makna hidup yang final dan ultimate. Agama
yang diyakini, merupakan sumber motivasi tindakan individu dalam
hubungan sosialnya, dan kembali pada konsep hubungan agama dengan
masyarakat, di mana pengalaman keagamaan akan terefleksikan pada
tindakan sosial dan invidu dengan masyarakat yang seharusnya tidak
bersifat antagonis.
Peraturan
agama dalam masyarakat penuh dengan hidup, menekankan pada hal-hal yang
normative atau menunjuk kepada hal-hal yang sebaiknya dan seharusnya
dilakukan.
Contoh
kasus akibat tidak terlembaganya agama adalah “anomi”, yaitu keadaan
disorganisasi sosial di mana bentuk sosial dan kultur yang mapan jadi
ambruk. Hal ini, pertama, disebabkan oleh
hilangnya solidaritas apabila kelompok lama di mana individu merasa aman
dan responsive dengan kelompoknya menjadi hilang. Kedua, karena
hilangnya consensus atau tumbangnya persetujuan terhadap nilai-nilai dan
norma yang bersumber dari agama yang telah memberikan arah dan makna
bagi kehidupan kelompok.
1. Fungsi Agama
- Fungsi Edukatif (Pendidikan). Ajaran agama secara yuridis (hukum) berfungsi menyuruh/mengajak dan melarang yang harus dipatuhi agar pribagi penganutnya menjadi baik dan benar, dan terbiasa dengan yang baik dan yang benar menurut ajaran agama masing-masing.
- Fungsi Penyelamat. Dimanapun manusia berada, dia selalu menginginkan dirinya selamat. Keselamatan yang diberikan oleh agama meliputi kehidupan dunia dan akhirat. Charles Kimball dalam bukunya Kala Agama Menjadi Bencana melontarkan kritik tajam terhadap agama monoteisme (ajaran menganut Tuhan satu). Menurutnya, sekarang ini agama tidak lagi berhak bertanya: Apakah umat di luat agamaku diselamatkan atau tidak? Apalagi bertanya bagaimana mereka bisa diselamatkan? Teologi (agama) harus meninggalkan perspektif (pandangan) sempit tersebut. Teologi mesti terbuka bahwa Tuhan mempunyai rencana keselamatan umat manusia yang menyeluruh. Rencana itu tidak pernah terbuka dan mungkin agamaku tidak cukup menyelami secara sendirian. Bisa jadi agama-agama lain mempunyai pengertian dan sumbangan untuk menyelami rencana keselamatan Tuhan tersebut. Dari sinilah, dialog antar agama bisa dimulai dengan terbuka dan jujur serta setara.
- Fungsi Perdamaian. Melalui tuntunan agama seorang/sekelompok orang yang bersalah atau berdosa mencapai kedamaian batin dan perdamaian dengan diri sendiri, sesama, semesta dan Alloh. Tentu dia/mereka harus bertaubat dan mengubah cara hidup.
- Fungsi Kontrol Sosial. Ajaran agama membentuk penganutnya makin peka terhadap masalah-masalah sosial seperti, kemaksiatan, kemiskinan, keadilan, kesejahteraan dan kemanusiaan. Kepekaan ini juga mendorong untuk tidak bisa berdiam diri menyaksikan kebatilan yang merasuki sistem kehidupan yang ada.
- Fungsi Pemupuk Rasa Solidaritas. Bila fungsi ini dibangun secara serius dan tulus, maka persaudaraan yang kokoh akan berdiri tegak menjadi pilar "Civil Society" (kehidupan masyarakat) yang memukau.
- Fungsi Pembaharuan. Ajaran agama dapat mengubah kehidupan pribadi seseorang atau kelompok menjadi kehidupan baru. Dengan fungsi ini seharusnya agama terus-menerus menjadi agen perubahan basis-basis nilai dan moral bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
- Fungsi Kreatif. Fungsi ini menopang dan mendorong fungsi pembaharuan untuk mengajak umat beragama bekerja produktif dan inovatif bukan hanya bagi diri sendiri tetapi juga bagi orang lain.
- Fungsi Sublimatif (bersifat perubahan emosi). Ajaran agama mensucikan segala usaha manusia, bukan saja yang bersifat agamawi, melainkan juga bersifat duniawi. Usaha manusia selama tidak bertentangan dengan norma-norma agama, bila dilakukan atas niat yang tulus, karena untuk Alloh, itu adalah ibadah.
Masalah fungsionalisme agama dapat dianalisis lebih mudah pada komitmen agama. Menurut Roland Robertson (1984), dimensi komitmen agama diklasifikasikan menjadi :
- a.Dimensi keyakinan mengandug perkiraan atau harapan bahwa orang yang religius akan menganut pandangan teologis tertentu, bahwa ia akan mengikuti kebenaran ajaran-ajaran tertentu.
- Praktek agama mencakup perbuatan-perbuatan memuja dan berbakti, yaitu perbuatan untuk melaksanakan komitmen agama secra nyata. Ini menyangkut hal yang berkaitan dengan seperangkat upacara keagamaan, perbuatan religius formal, perbuatan mulia, berbakti tidak bersifat formal, tidak bersifat publik dan relatif spontan.
- Dimensi pengalaman memperhitungkan fakta, bahwa semua agama mempunyai perkiraan tertentu, yaitu orang yang benar-benar religius pada suatu waktu akan mencapai pengetahuan yang langsung dan subjektif tentang realitas tertinggi, mampu berhubungan dengan suatu perantara yang supernatural meskipun dalam waktu yang singkat.
- Dimensi pengetahuan dikaitkan dengan perkiraan bahwa orang-orang yang bersikap religius akan memiliki informasi tentang ajaran-ajaran pokok keyakinan dan upacara keagamaan, kitab suci, dan tradisi-tradisi keagamaan mereka.
- Dimensi konsekuensi dari komitmen religius berbeda dengan tingkah laku perseorangan dan pembentukan citra pribadinya.
Perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi memiliki konsekuensi paling penting bagi
agama. Akibatnya adalah masyarakat makin terbiasa menggunakan metode
empiris berdasarkan penalaran dan efisiensi dalam menanggapi masalh
kemanusiaan, sehingga lingkungan yang bersifat sekular semakin meluas
dan sering kali dengan pengorbanan lingkungan yang sakral. Menurut
Roland Robertson, watak masyarakat sekular tidak terlalu memberikan
tanggapan langsung terhadap agama. Misalnya, sediktnya peranan dalam
pemikiran agama, praktek agama, dan kebiasaan-kebiasaan agama.
Umumnya,
Kecenderungan sekularisasi mempersempit ruang gerak
kepercayaan-kepercayaan dan pengalaman-pengalaman keagamaan yang
terbatas pada aspek yang lebih kecil dan bersifat khusus dalam kehidupan
masyarakat dan anggota-anggotanya.
Hal
itu menimbulkan pertanyaan apakahan masyarakat sekuler mampu
mempertahankan ketertiban umum secara efektif tanpa adanya kekerasan
institusional apabila pengaruh agama sudah berkurang.
2. Pelembagaan Agama
Agama
sangat universal, permanen, dan mengatur dalam kehidupan, sehingga bila
tidak memahami agama, maka akan sulit memahami masyarakat. Hal yang
harus diketahui dalam memahami lembaga agama adalah apa dan mengapa
agama ada, unsur-unsur dan bentuknya serta fungsi dan struktur dari
agama.
Dimensi
ini mengidentifikasikan pengaruh-pengaruh kepercayaan, praktek,
pengalaman, dan pengetahuan keagamaan dalam kehidupan sehari-hari.
Dimensi-dimensi ini dapat diterima sebagai dalil atau dasar analitis,
tapi hubungan antara empat dimensi itu tidak dapat diungkapkan tanpa
data empiris.
Menurut
Elizabeth K. Nottingham (1954), kaitan agama dalam masyarakat dapat
mencerminkan tiga tipe, meskipun tidak menggambarkan keseluruhannya
secara utuh.
a.Masyarakat yang Terbelakang dan Nilai-nilai Sakral
Masyarakat
tipe ini kecil, terisolasi, dan terbelakang. Anggota masyarakatnya
menganut agama yang sama. Sebab itu, keanggotaan mereka dalam masyarakat
dan dalam kelompok keagamaan adalah sama. Agama menyusup ke dalam
kelompok aktivitas yang lain. Sifat-sifatnya:
- Agama memasukkan pengaruhnya yang sakral ke dalam sistem masyarakat secara mutlak.
- Nilai agama sering meningkatkan konservatisme dan menghalangi perubahan dalam masyarakat dan agama menjadi fokus utama pengintegrasian dan persatuan masyarakat secra keseluruhan yang berasal dari keluarga yang belum berkembang.
b.Mayarakat-masyarakat Praindustri yang Sedang Berkembang
Masyarakatnya
tidak terisolasi, ada perkembangan teknologi. Agama memberi arti dan
ikatan kepada sistem nilai dalam tiap masyarakat, pada saat yang sama,
lingkungan yang sakral dan yang sekular masih dapat dibedakan. Fase
kehidupan sosial diisi dengan upacara-upacara tertentu. Di pihak lain,
agama tidak memberikan dukungan sempurna terhadap aktivitas sehari-hari,
agama hanya memberikan dukungan terhadap adat-istiadat.
Pendekatan
rasional terhadap agama dengan penjelasan ilmiah biasanya akan mengacu
dan berpedoman pada tingkah laku yang sifatnya ekonomis dan teknologis
dan tentu akan kurang baik. Karena adlam tingkah laku, tentu unsur
rasional akan lebih banyak, dan bila dikaitkan dengan agama yang
melibatkan unsur-unsur pengetahuan di luar jangkauan manusia
(transdental), seperangkat symbol dan keyakinan yang kuat, dan hal ini
adalah keliru. Karena justru sebenarnya, tingkah laku agama yang
sifatnya tidak rasional memberikan manfaat bagi kehidupan manusia.
Agama
melalui wahyu atau kitab sucinya memberikan petunjuk kepada manusia
untuk memenuhi kebutuhan mendasar, yaitu selamat di dunia dan akhirat.
Dalam perjuangannya, tentu tidak boleh lalai. Untuk kepentingan
tersebut, perlu jaminan yang memberikan rasa aman bagi pemeluknya. Maka
agama masuk dalam sistem kelembagaan dan menjadi sesuatu yang rutin.
Agama menjadi salah satu aspek kehiduapan semua kelompok sosial,
merupakan fenomena yang menyebar mulai dari bentuk perkumpulan manusia,
keluarga, kelompok kerja, yang dalam beberapa hal penting bersifat
keagamaan.
Adanya organisasi keagamaan, akan meningkatkan pembagian kerja dan spesifikasi fungsi,juga memberikan kesempatan untuk memuaskankebutuhan ekspresif dan adatif.
Pengalaman
tokoh agama yang merupakan pengalaman kharismatik, akan melahirkan
suatu bentuk perkumpulan keagamaan yang akan menjadi organisasi
keagamaan terlembaga. Pengunduran diri atau kematian figure kharismatik
akan melahirkan krisis kesinambungan. Analisis yang perlu adalah mencoba
memasukkan struktur dan pengalaman agama, sebab pengalaman agama,
apabila dibicarakan, akan terbatas pada orang yang mengalaminya. Hal
yang penting untuk dipelajari adalah memahami “wahyu” atau kitab suci,
sebab lembaga keagamaan itu sendiri merupakan refleksi dari pengalaman
ajaran wahyunya.
Lembaga
keagamaan pada puncaknya berupa peribadatan, pola ide-ide dan
keyakinan-keyakinan, dan tampil pula sebagai asosiasi atau organisasi.
Misalnya pada kewajiban ibadah haji dan munculnya organisasi keagamaan.
Lembaga
ibadah haji dimulai dari terlibatnya berbagai peristiwa. Ada nama-nama
penting seperti Adam a.s, Ibrahim a.s, Siti Hajar, dan juga syetan;
tempatnya adalah Masjidil-Haram, Mas’a, Arafah, Masy’ar, Mina, serta
Ka’bah yang merupakan symbol penting; ada peristiwa kurban, pakaian
ihram, tawaf, sa’I, dan sebagainya.
Adam
dan Hawa dalam keadaan terpisah, kemudian keduanya berdoa : “Ya, Tuhan
kami, kami telah menganiaya diri sendiri, dan jika engkau tidak
mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscayalah kami termasuk
orang-orang yang merugi.” (Q.S al-A’raf : 23).
Setelah
itu Allah SWT memerintahkan Adam untuk ibadah haji (pergi ke sesuatu
untuk mengunjunginya). Saat sampai di suatu tempat (Arafah= tahu,
kenal), maka bertemulah ia dengan Hawa setelah diusir dari surge. Sebab
itu dalam pelaksanaan ibadah haji, ada ketentuan wukuf (singgah).
Nama
nabi Ibrahim a.s selalu dikaitkan dengan Ka’bah sebagai pusat rohani
agama Islam (Kiblatnya Islam). Pada suatu peristiwa Allah memerintahkan
Jibril membawa Ibrahim a.s, Siti Hajar dan Ismail a.s putranya yang
masih kecil ke Makkah dari Palestina. Di suatu tempat, Ibrahim a.s atas
perintah Allah SWT supaya meninggalkan istri dan putranya. Kemudian
Ismail menangis meminta air, tentu saja Siti Hajar menjadi khawatir dan
gelisah, maka ia pun berlari mencari air ke bukit Shafa dan Marwa
sebanyak tujuh kali.
Setelah
itu dengan kuasa Tuhan, memancarlah air dari dekat kaki Ismail
(sekarang sumur air Zam-zam). Sebab itu, dalam rukun Haji ada Sa’I
(berlari kecil) sebanyak tujuh kali di bukit Shafa dan Marwa. Siti Hajar
merupak lambang yang bertanggung jawab, tidak pasrah, perjuangan fisik
dan meniadakan diri tenggelam ke dalam samudera cinta.
Kurban
dikaitkan resmi dengan ibadah haji. Lembaga ini berhubungan dengan
sejarah rohani Ibrahim a.s yang diperintahkan oleh Alla SWT untuk
menyembelih putranya Ismail a.s, untuk menguji kesempurnaan tauhidnya.
Sewaktu penyembelihan akan dilaksanakan, syetan sempat menggoda Ibrahim
a.s agar tidak melaksanakan perintah Allah tersebut. Kemudian Ibrahim
dan Ismail melemparkan batu ke arah suara syetan itu berasal. Untuk
mengenang peristiwa itu, dalam pelaksanaan ibadah haji diwajibkan
melempar jumrah (batu).
Sewaktu
Ismail akan disembelih oleh Ibrahim a.s, ternyta Allah menggantinya
dengan seekor gibas (domba) jantan. Firman Allah : “Mengerjakan haji
adalah kewajiban manusia terhadap Allah yaitu bagi orang yang sanggup
mengadakan perjalanan pergi kesana. Barang siapa yang kafir (terhadap
kewajiban haji), maka bahwasanya Allah Mahakuasa (tidak memerlukan
sesuatu dari alam semesta)” (Q.S 3:97).
Jadi,
kewajiban tersebut, esensinya adalah evolusi manusia menuju Allah
dengan pengalaman agama yang penting. Mengandung simbolis dari filsafat
“pencptaan Adam”, “sejarah”, “keesaan”, “ideology islam”, dan “ummah”.
Organisasi
keagamaan yang tumbuh secara khusus, bermula dari pengalaman agama
tokoh kharismatik pendiri organisasi keagamaan yang terlembaga.
Muhammadiyah,
sebuah organisasi sosial Islam yang dipelopori oleh Kiai Haji Ahmad
Dahlan yang menyebarkan pemikiran Muhammad Abduh dari Tafsir Al-Manar.
Ayat suci Al-Quran telah memberi inspirasi kepada Ahmad Dahlan untuk
mendirikan Muhammadiyah. Salah satu mottonya adalah, Muhammadiyah
diapandang sebagai “segolongan dari kaum” mengajak pada kebaikan dan
mencegah perbuatan jahat (amar ma’ruf, nahi ’anil munkar)
Dari
contoh sosial di atas, lembaga keagamaan berkembang sebagai pola
ibadah, pola ide-ide, ketentuan (keyakinan), dan tampil sebagai bentuk
asosiasi atau organisasi. Pelembagaan agama puncaknya terjadi pada
tingkat intelektual, tingkat pemujaan (ibadat), dan tingkat organisasi.
Tampilnya
organisasi agama adalah akibat adanya “perubahan batin” atau kedalaman
beragama, mengimbangi perkembangan masyarakat dalam hal alokasi fungsi,
fasilitas, produksi, pendidikan, dan sebagainya. Agama menuju ke
pengkhususan fungsional. Pengaitan agama tersebut mengambil bentuk dalam
berbagai corak organisasi keagamaan.
SUMBER :
http://defanani.blogspot.com/2012/10/fungsi-agama-dalam-kehidupan-masyarakat.html
GOOGLE
Komentar
Posting Komentar